30 June, 2010

Kita Perlu Pagu Anggaran Wilayah, Bukan Dana Aspirasi

Mencermati debat terkait usulan Golkar tentang dana aspirasi, kita perlu mendukung pendapat Presiden yang disampaikan di Istana Cipanas untuk tidak menciptakan jalur baru dalam proses perencanaan dan penganggaran.

Praktek Saat Ini
Usulan Golkar ini bukan hal baru di daerah-daerah, anggota DRPD di beberapa daerah secara tidak resmi memiliki 'hak veto' dalam penganggaran sampai dengan jumlah tertentu. Saat ini ada dua jalur konsultasi perencanaan dan penganggaran, yaitu musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) dan penjaringan aspirasi pada masa reses. Jalur pertama cenderung digunakan oleh eksekutif, sedangkan jalur kedua mutlak milik legislatif. Keduanya memiliki tim anggaran atau panitia anggaran yang pada akhir masa perencanaan saling bertemu untuk menyepakati rencana anggaran terakhir yang kemudian disahkan oleh kepala daerah dan DPRD di daerah, atau Presiden dan DPR di pusat.
Dua jalur perencanaan dan penganggaran itu merupakan penyakit berbahaya. Dengan adanya dua jalur itu, yang paling dilemahkan adalah Musrenbang yang justru paling legitimate dari sisi proses karena basisinya adalah kewilayahan bukan kepartaian seperti halnya masa reses. Memang harus diakui bahwa lemahnya Musrenbang bukan hanya karena jalur aspirasi, tetapi juga karena eksekutif tidak memiliki format diskusi yang memadai dalam Musrenbang sehingga usulan-usulan yang keluar dari Musrenbang dipandang tidak berkualitas.

Pagu Anggaran Wilayah
Jika tujuan Golkar adalah keadilan penganggaran dalam kewilayahan, maka yang kita perlukan adalah pagu anggaran wilayah, bukan dana aspirasi. Dalam sistem penganggaran kita saat ini yang kita kenal adalah pagu anggaran sektoral baik itu untuk departemen atau lembaga teknis di pusat maupun Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di daerah. Kita tidak mengenal pagu anggaran wilayah. Artinya sistem perencanaan dan penganggaran saat ini tidak menyeimbangkan antara pertimbangan sektoral dengan pertimbangan kewilayahan.
Pertimbangan sektoral tanpa kewilayahan akan dapat menciptakan ketimpangan wilayah. Pertimbangan sektoral membantu menjawab pertanyaan 'apa yang harus dilakukan?', tetapi tidak dapat menjawab 'di mana harus dilakukan?'. Pertanyaan kedua hanya dapat dijawah lewat pertimbabngan kewilayahan. Jika sistem kita menyeimbangkan keduanya maka kita dapat menjawab kedua pertanyaan tersebut yang sangat penting dalam perencanaan. Hal itu kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penganggaran 'berapa besar anggaran yang diperlukan?'. Dengan demikian, setelah menjawab pertanyaan ketiga maka kita dapat mensortir kebutuhan anggaran baik per sektor maupun per wilayah, dimana jika kita jumlahkan hasilnya sama yaitu total anggaran pembangunan.
Pagu anggaran wilayah dapat dibuat dengan cara mempertimbangkan variable-variabel penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya kebutuhan kegiatan pembangunan. Sebagai contoh, kita bisa mempertimbangkan jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, indeks ketimpangan infrastruktur dan lain-lain. Pagu juga dapat digunakan sebagai instrument insentif bagi daerah yang efekftif dan efisien menggunakan anggarannya dengan cara membadingkannya dengan capaian-capaian pembangunan misalnya PDRB, jumlah pekerjaan yang diciptakan, jumlah orang miskin yang dientaskan dan lain-lain.

Musrenbang Sebagai Jalur Satu Pintu Untuk Semua Pihak
Pagu anggaran wilayah akan membantu Musrenbang, sebagai mekanisme resmi perencanaan dan penganggaran, dihormati oleh semua pihak. Akan jauh lebih baik lagi jika jalur penjaringan aspirasi digabung dengan Musrenbang dengan cara mengkoordinasikan jadwal Musrenbang dengan jadwal reses. Musrenbang seharusnya menjadi pintu bagi semua pihak untuk bermusyawarah dalam menentukan prioritas pembangunan. Prioritas pembangunan adalah kegitan-kegiatan yang kita percaya memiliki efek multiplier yang paling tinggi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya pagu anggaran wilayah, forum Musrenbang dapat langsung menentukan prioritas karena mereka memiliki tiga informasi penting dalam perencanaan, yaitu: bagaimana keadaan saat ini, apa yang harus dicapai, dan berapa anggaran atau sumberdaa yang dimiliki. Dalam proses Musrenbang saat ini, informasi ketiga tidak diketahui sehingga peserta musyawarah membuat daftar panjang untuk diserahkan kepada pemerintah. Daftar panjang ini sering memusingkan pihak pemerintah sehingga akhirnya pihak pemerintah, lewat Tim Anggaran, membuat daftar sendiri. Ini yang membuat Musrenbang menjadi tidak dihormati lagi.
Penggunaan dana pembangunan akan lebih efektif jika rencananya dihasilkan lewat diskusi yang transparan dalam forum Musrenbang. Dengan semua pihak mengandalkan forum Musrenbang, maka forum ini dapat menjadi media untuk saling beragumentasi dan saling belajar untuk mengetahui intervensi pembangunan yang paling efisien. Yang dimaksud semua pihak di sini termasuk politisi di DPR atau DPRD, birokrat dari departemen, lembaga teknis atau SKPD, wakil-wakil masyarakat terpinggirkan, para pengusaha, organisasi-organisasi sosial masyarakat dan lain-lain. Untuk membuat forum Musrenbang efektif tentu diperlukan pengorganisasian forum yang lebih baik dari yang ada saat ini.
Dana aspirasi hanya akan membuat elit-elit politik menjadi lebih berkuasa tanpa harus berkonsultasi dengan masyarakat di wilayahnya, terutama yang bukan pemilih partainya. Sedangkan pagu anggaran wilayah dan penguatan Musrenbang akan membuat pengambilan keputusan dalam proses perencanaan dan penganggaran lebih transparan dan objektif sehingga akan lebih memperhatikan pertimbangan teknokratis dan sekaligus lebih adil dari sisi kewilayahan. Mau pilih yang mana?.

No comments: